Anak kecil itu terkekang dalam kamarnya. Properti yang dipunya hanyalah globe dan lukisan burung. Baginya kedua barang itu adalah simbol tentang kebebasan. Sebuah ego yang tidak ada di dalam dirinya. Menjadi burung dan bebas berkeliling dunia, bebas seada-adanya. Setiap hari pikiran itu ada di kepalanya, tapi ia tidak bisa kemana-mana, hanya menatap jendela.
Suatu hari, jauh sebelumnya.
Angin kencang sekali.
Meruntuhkan bangunan-bangunan tanpa pondasi.
Disertai hujan deras.
Seorang akang tanaman mati tertimpa.
Tanamannya hancur.
Benih-benihnya bertebaran.
Terseret air ke selokan.
Terombang-ambing terbawa arus.
Berhari-hari, sampai akhirnya.
Terkapar di atas aspal.
Kering terjemur matahari.
Bergeser-geser terkena sandal.
Terhempas oleh roda bajay.
Terlempar, terbawa angin.
Sampai mendarat di sebuah pekarangan.
Saat itu bibi sedang menyiram.
Di dalam tanah benih tenggelam.
Berhari-hari, sampai akhirnya muncul ke dunia, sebagai bunga matahari.
Anak kecil itu melihat ke jendela. Kupu-kupu biru itu masih saja bertengger di bunga matahari yang tumbuh di pekarangannya. Sudah beberapa hari. Selalu datang tiap siang, dan pergi tiap senja. Ia bahagia saat itu. Ia bisa merasakan kebebasan si kupu-kupu biru. Sampai ia membuat catatan setiap harinya.
.....
Hari pertama,
"entah dari mana datangnya, cuma aku tau, kau serangga pertama yang menyentuh bunga matahari itu. Senja datang, dan kau pergi."
Hari kedua,
"aku melihat kau datang ketika siang. Melihat kau betengger di bunga matahari itu sampai aku tertidur. Terbangun ketika senja, dan kau sudah tak ada."
Hari ketiga,
"aku melihat kau datang dan terus melihat, sampai senja, dan kau pergi."
Hari keempat,
"aku melihat kau datang. Hari ini aku mencoba memanggil, tapi kau tak mendengarnya. Kaca jendela sudah kesekian kali ku ketuk. Sampai kau pergi saat senja."
Hari kelima,
"aku melakukan hal yang sama dengan yang kulakukan saat hari keempat. Lagi-lagi kau tak mendengarnya. Sampai senja datang."
Hari keenam,
"kau, kupu-kupu biru. Entah dengan cara apa aku bisa memanggil. Kau tak tersapa diluar sana. Aku diam melihatmu seharian. Betah sekali di bunga matahari, sampai senja kembali."
Hari ketujuh,
"aku terkejut ketika aku melihat kau terbang berputar di depan jendela, baru sekali ini aku melihat kau melakukan itu. Aku tau, kau mulai menyapa. Aku hanya bisa melambai."
Hari kedelapan,
"aku melihat kau terbang menari-nari di atas bunga matahari, seperti menghiburku. Dan aku sangat terhibur. Senja sudah tiba, dan aku akan menunggu kau esok siang."
Hari kesembilan,
"kau menghiburku lagi. Aku memamerkan globe-ku. Aku sangat senang, tidak lagi terasa terkekang."
Hari kesepuluh,
"kupu-kupu biru, kau terus menemani aku melalui jendela ini. Kau terbang, bertengger di atas bunga matahari, berputar-putar didepan jendela. Aku merasa kita sedang berbicara. ah, andaikan saja aku punya kaca pembesar untuk melihat kau lebih dekat."
Hari kesebelas,
"aku adalah anak kecil yang paling beruntung sedunia."
.
.
.
.
...Hari keduapuluh,
"kemana kau, tidak datang hari ini."
Hari kedua-puluh satu,
"kau juga tidak datang hari ini. Dari kemarin aku tak beranjak dari jendela. Begitu juga dengan bunga matahari."
.
.
.
.
...Hari ketigapuluh,
"kau benar-benar tidak pernah datang lagi. Kemana kau kupu-kupu biru. Kembali aku menjadi anak kecil terkekang. Sempat aku merasakan kedamaian pada penderitaan. Seperti tawanan Yunani yang merasakan kedamaian ketika mereka ditahan di dalam Gua Cyclops, padahal mereka sedang mengantri giliran untuk dieksekusi. Bunga matahari pun sudah mati. Catatanku tentang kupu-kupu itu berakhir disini. Senja selamanya."
.....
Anak kecil itupun sekarang menjadi orang dewasa. Ia tumbuh diantara globe dan lukisan burung. Namun bayang kupu-kupu biru itu masih menempel pada benak-nya. Budak yang sudah dewasa itu hendak memerdekakan diri. Malam ini ia memutuskan keluar rumah, mencari kupu-kupu biru di kebun-kebun tengah kota. Ia ajak kedalam selimut, digenggamnya hangat, sampai subuh datang dan ia pulang.
.....
Gambar : Anjani
Cerita : Boimin
Suatu hari, jauh sebelumnya.
Angin kencang sekali.
Meruntuhkan bangunan-bangunan tanpa pondasi.
Disertai hujan deras.
Seorang akang tanaman mati tertimpa.
Tanamannya hancur.
Benih-benihnya bertebaran.
Terseret air ke selokan.
Terombang-ambing terbawa arus.
Berhari-hari, sampai akhirnya.
Terkapar di atas aspal.
Kering terjemur matahari.
Bergeser-geser terkena sandal.
Terhempas oleh roda bajay.
Terlempar, terbawa angin.
Sampai mendarat di sebuah pekarangan.
Saat itu bibi sedang menyiram.
Di dalam tanah benih tenggelam.
Berhari-hari, sampai akhirnya muncul ke dunia, sebagai bunga matahari.
Anak kecil itu melihat ke jendela. Kupu-kupu biru itu masih saja bertengger di bunga matahari yang tumbuh di pekarangannya. Sudah beberapa hari. Selalu datang tiap siang, dan pergi tiap senja. Ia bahagia saat itu. Ia bisa merasakan kebebasan si kupu-kupu biru. Sampai ia membuat catatan setiap harinya.
.....
Hari pertama,
"entah dari mana datangnya, cuma aku tau, kau serangga pertama yang menyentuh bunga matahari itu. Senja datang, dan kau pergi."
Hari kedua,
"aku melihat kau datang ketika siang. Melihat kau betengger di bunga matahari itu sampai aku tertidur. Terbangun ketika senja, dan kau sudah tak ada."
Hari ketiga,
"aku melihat kau datang dan terus melihat, sampai senja, dan kau pergi."
Hari keempat,
"aku melihat kau datang. Hari ini aku mencoba memanggil, tapi kau tak mendengarnya. Kaca jendela sudah kesekian kali ku ketuk. Sampai kau pergi saat senja."
Hari kelima,
"aku melakukan hal yang sama dengan yang kulakukan saat hari keempat. Lagi-lagi kau tak mendengarnya. Sampai senja datang."
Hari keenam,
"kau, kupu-kupu biru. Entah dengan cara apa aku bisa memanggil. Kau tak tersapa diluar sana. Aku diam melihatmu seharian. Betah sekali di bunga matahari, sampai senja kembali."
Hari ketujuh,
"aku terkejut ketika aku melihat kau terbang berputar di depan jendela, baru sekali ini aku melihat kau melakukan itu. Aku tau, kau mulai menyapa. Aku hanya bisa melambai."
Hari kedelapan,
"aku melihat kau terbang menari-nari di atas bunga matahari, seperti menghiburku. Dan aku sangat terhibur. Senja sudah tiba, dan aku akan menunggu kau esok siang."
Hari kesembilan,
"kau menghiburku lagi. Aku memamerkan globe-ku. Aku sangat senang, tidak lagi terasa terkekang."
Hari kesepuluh,
"kupu-kupu biru, kau terus menemani aku melalui jendela ini. Kau terbang, bertengger di atas bunga matahari, berputar-putar didepan jendela. Aku merasa kita sedang berbicara. ah, andaikan saja aku punya kaca pembesar untuk melihat kau lebih dekat."
Hari kesebelas,
"aku adalah anak kecil yang paling beruntung sedunia."
.
.
.
.
...Hari keduapuluh,
"kemana kau, tidak datang hari ini."
Hari kedua-puluh satu,
"kau juga tidak datang hari ini. Dari kemarin aku tak beranjak dari jendela. Begitu juga dengan bunga matahari."
.
.
.
.
...Hari ketigapuluh,
"kau benar-benar tidak pernah datang lagi. Kemana kau kupu-kupu biru. Kembali aku menjadi anak kecil terkekang. Sempat aku merasakan kedamaian pada penderitaan. Seperti tawanan Yunani yang merasakan kedamaian ketika mereka ditahan di dalam Gua Cyclops, padahal mereka sedang mengantri giliran untuk dieksekusi. Bunga matahari pun sudah mati. Catatanku tentang kupu-kupu itu berakhir disini. Senja selamanya."
.....
Anak kecil itupun sekarang menjadi orang dewasa. Ia tumbuh diantara globe dan lukisan burung. Namun bayang kupu-kupu biru itu masih menempel pada benak-nya. Budak yang sudah dewasa itu hendak memerdekakan diri. Malam ini ia memutuskan keluar rumah, mencari kupu-kupu biru di kebun-kebun tengah kota. Ia ajak kedalam selimut, digenggamnya hangat, sampai subuh datang dan ia pulang.
.....
Gambar : Anjani
Cerita : Boimin
2 komentar:
kupu-kupu terus menari..
anak kecilnya pintar menggambar yah.
moga-moga ntar kalo pulang saya dibawain anjing tibet.
(°L°)
Posting Komentar