Tubuhku yang
ringkih digenggam Hamlet. Tak bergerak. Dikasur reyot. Aku bukan pelikan
penjelajah. Hanya tawanan idealita.
Sepi ini mulai
membuat takut. Leher lilin sudah semakin pendek. Apinya hendak padam. Sehingga
yang paling terang adalah gelap.
Nadiku menyempit.
Darahku terserat. Tanganku mulai bergetar. Terdengar benturan tembaga keras.
Seperti rantai yang terlepas.
Ombakku seperti
menjadi badai. Anginku seperti menjadi topan. Tapi yang paling ramai disini
adalah sepi. Punya harmonika. Tapi tak bisa memainkannya.
Pengembala itu membisu. Padang rumput tanpa tetes embun.
Dingin dihadapan tebing batu bergleiser jiwa. Yang terdengar hanya angin yang
menceracau.
Membawa wangi
buah apel. Dosa dari surga.
Seorang bajak
laut menangis dibawah benderanya. Kehilangan arah. Karena samudra pasifik
berdiam. Camar terbang menabrak samudra. Bunuh diri menghibur sepi. Sepi
menjadi histeria.
Coklat panas
sudah membeku. Kursi sudah semakin reyot. Selimut itu tergeletak tak terpakai.
Aku membeku dalam waktu. Menunggu lama pesan dalam botol yang terdampar
ditepian pantai.
Lagi-lagi
terdengar Camus.
Tidak ada
dualisme
Bukan hanya bebas
yang terikat
Gelap yang terang
Tangkap yang melepas
Diam yang teriak
Hening yang
ramai
Tangis yang tertawa
Lama atau
sebentar
Sama saja..
waktunya tidur
1 komentar:
wah seih sekali dengernya
Posting Komentar